Minggu, 20 Maret 2016

Cerita Rakyat Alor Bui Lan Dan Sam Pering Cerita ini berasal dari Suku Logog di kampung Jirtag



Cerita Rakyat Alor
Bui Lan Dan Sam Pering
Cerita ini berasal dari Suku Logog di kampung Jirtag

          Pada zaman dahulu, hiduplah dua orang wanita muda di sebuah gubuk bersama seekor anjing. Kedua wanita tersebut bernama Bui Lan dan Sam Pering, Mereka tinggal kampung Logog Yang letaknya tengah gunung di pulau Pantar.  Bui Lan dan Sam Pering  bekerja sebagai petani.

          Pada suatu Ketika di musim panas,  mereka pergi untuk membersihkan ladang bersama anjing mereka. Ketika  matahari mulai menyengat kulit,  Mereka pergi untuk beristrahat dan makan  di bawah  pohon  yang berada tengah ladang mereka.  Karena terlalu banyak memakan ubi, merekapun kehausan. Persedian air mereka sudah habis dan mereka sangat kelelahan sehingga tidak sanggup lagi untuk pergi ke kampung untuk mengambil air. Ketika mereka sedang bersusah paya untuk mendapatkan air,  datanglah Anjing  mereka dengan tubuh yang basa kuyub. Mereka kemudian  mengambil Xor Guax (bakul kecil)  dan melubangi bagian pantat Xor Guax  lalu mereka mengisinya  dengan  Abu tunggu sebagai pemberi jejak.  Mereka menggantung  Xor guax tersebut di leher anjing mereka dan menyuruhnya berjalan dan mereka mengikuti anjing tersebut dari belakang. Mereka mengikuti jejak yang  di tinggalkan anjing tersebut hingga kedalam hutan lebat. 

          Di  sana mereka menemukan  segumpal air bersih di atas daun talas. Karena sangat kehausan, mereka pun berebutan mengambil air tersebut sehingga air itu tumpah di atas tanah dan membentuk  kolam kacil. Mereka menggali  kolam kecil itu hingga menjadi kolam yang cukup besar dengan air yang sangat jernih. Bui lan Dan Sam pering meminum air tersebut hingga  rasa haus mereka pun hilang.  Karena sangat kepanasan mereka  juga  mandi di dalam kolam tersebut hingga sore hari. Tiba-tiba awan hitam menutupi daerah tersebut, guntur dan petir di mana-mana.   Karena sangat ketakutan Meraka memutuskan untuk kembali ke kampung.  Bui Lan dan Sam pering kehujanan saat pulang ke kampung mereka. Ketika mereka tiba di kampung  Logog , orang-orang di kampung sangat terkejut, karena hanya mereka berdua saja yang di basahi oleh hujan. Walaupun mereka berada di dalam rumah  dan di kolong tempat tidur pun mereka akan tetap kehujanan.  Akhirnya mereka di bawa ke rumah kepala suku Logog . di sana mereka di tanya oleh tetua adat dan mereka pun menceritakan semuanya. Akhirnya tetua adat memutuskan untuk membawa mereka ke kalom tersebut untuk mengadakan upacara adat untuk meminta maaf.

          Keesokan harinya mereka di bawa ke Kolam tersebut. Ketika mereka sedang melakukan upacara adat, terdengar suara “abang Adwasing” yang artinya Kampung Terbakar. Semua orang yang mengikuti ritual adat tersebut melihat ke arah kampung mereka akan tetapi kampung itu tidak terbakar. Ketika mereka melihat kembali ke kolam tenyata Bui Lan dan Sam Pering telah menghilang bersama-sama dengan air di dalam kolam tersebut dan di sekitar kolam tersebut terdapat banyak sekali kayu kecil, kayu besar  daun kemiri, dan juga buah kemiri.  Mereka sangat bersedih dan akhirnya mereka memutuskan untuk pulang namun Kepala Suku Logog mengambil salah satu kayu di dalam  kolam itu untuk di jadikan tongkat. Sesampainya di rumah kayu itu di letakan di samping  tempat tidur. pada pagi harinya ia melihat kayu itu sudah berubah menjadi sebuah parang yang sangat bagus. Mereka sangat menyesal. Mereka baru sadar bahwa benda-benda yang berada di sekitar kolam tempat mereka melakukan Upacara adat tersebut adalah Belis (Mas_kawin) yang di berikan kepada mereka. Mereka pun pergi ke kolam tersebut namun benda-benda tersebut tidak ada lagi.

          Bui Lan dan Sam Pering masih berhubungan dengan masyarakat di kampung Logog  walupun mereka tinggal di dunia Lain.  Jika ada pesta perayaan maka Bui Lan dan Sam Pering seringkali di undang bersama-sama dengan keluarga mereka untuk merayakan Pesta perayaan tersebut. Suatu ketika mereka Di undang ke Pesta Perayaan hasil Kebun yang di selenggarakan di kampung Logog. Saat itu Bui Leling sudah memiliki seorang anak yang berumur  Tiga Bulan, sedangkan  Sam Pering belum memiliki anak.  Mereka datang ke pesta tersebut pada malam hari. Bui Lan datang  bersama suami dan anaknya.  Di saat masyarakat kampung sedang Lego-lego, Bui Lan juga ingin untuk masuk dalam tarian lego-lego tersebut, sehingga  ia menidurkan anaknya pada sebuah ayunan yang tergatung di dalam kamar. Sebelum ia keluar dari kamar ia memesan kepada seorang nenek yang berada di dalam kamar tesebut; “ bila anak ini menangis , jangan sekali-kali kamu membuka kain penutupnya tetapi goyanglah ayunan ini maka dia akan berhenti menangis” . setelah itu ia  pergi untuk  gabung dalam tarian Lego-lego. Tidak lama kemudian, anak itu menangis. Sang nenek pun pergi untuk menggoyang ayunan tersebut namun anak itu masih tetap menangis. Ia kemudian membuka kain tersebut namun yang di lihat bukanlah manusia melainkan seekor ikan  yang berada di dalam kain tersebut. Sang nenek sangat terkejut melihat ikan tersebut. Ia lalu mengambil pisau dan  mesncungkil mata ikan tersebut untuk di makan.

          Perasaan Bui Lan sangat gelisah sehingga ia pergi untuk menengok anaknya. Ketika ia masuk kedalam kamar Ia menayakan keadaan anaknya kepada nenek itu namun nenek itu mengatakan bahwa tidak ada anak kecil dalam ayunan tersebut melainkan seekor ikan sehinggah ia telah mencungkil mata ikan tersebut untuk di makan. Bui Lan sangat ketakukan. Ia takut untuk memberitahukan kepada suaminya sehingga ia memberitahukan kepada sesama mereka yang berasal dari kolam tersebut bahwa hari hampir pagi sehingga mereka  harus cepat pulang. Ia la lalu mengambil anak tersebut dan dan meminta kepada suaminya untuk berjalan paling belakang hingga sampai ke dalam kolam tersebut.   Ia menutup gerbang yang biasa di gunakan untuk keluar dan berhubungan dengan manusia dengan sebuah batu besar. Sesampainya di rumah  ia memberitahu kepada suaminya bahwa anak mereka telah mati karena matanya di cungkil oleh seorang nenek ketika ia sedang Lego-lego. Suaminya sangat marah sehingga ia mengundang semua warga untuk menyerang kempung Logog namun ternyata gerbang itu sudah tertutup sehingga terjadilah banjir yang sangat besar hingga terbentuklah sebuah sungai yang menuju ke pantai Irgimim di Tamalabang.   

    Hingga sekarang, ketika orang-orang pergi ke mata air tersebut dan meyebutkan kampung Logog maka Air akan membesar dan seolah-olah ingin menarik orang tersebut kedalamnya. 






3 komentar: