Ab Wado mi Ui
Ari
(Ikan Besar dan
Anak Yatim-Piatu)
Cerita
ini Berasal dari Kabupaten Alor Kecamatan Pantar Timur
Pada Zaman Dahulu di sebuah sungai
dekat kampung Jirtag, hiduplah seekor
ikan besar. Ketika orang- orang pergi ke pasar dan melewati sungai tersebut, ikan
itu selalu memaki mereka. Hingga suatu ketika orang-orang di kampung Jirtag bersekongkol
untuk membunuh ikan tersebut. Mereka menyiapkan busur, anak panah dan juga tombak untuk membunuh
ikan tersebut.
Ketika mereka sampai di dekat sungai tersebut, Beberapa orang bersembunyi di balik semak-semak, dan ada juga yang memanjat pohon. Seorang dari mereka berteriak memanggil ikan tersebut “ Opo Char-chari si apang me nitaring” yang artinya Jikalau berani tunjukkanlah wajah mu kepada kami. Namun Ikan itu membalas dengan maki an “ Otou Supach” (maki laki-laki). Orang itu terus memanggil ikan tersebut “ Opo Char-chari si apang mi nitaring”, namun ikan itu terus membalas dengan makian. Ia kemudian memanah ke dalam sungai tersebut dan memanggil ikan tersebut dengan ucapan yang sama. Kali ini ia berhasil untuk memanggil ikan tersebut. Saat ikan itu muncul, mereka langsung memanah dan menombak ikan tersebut. Semuanya tepat sasaran dan ikan itu pun mati.
Mereka lalu memotong ikan itu dan membawanya ke kampung Jirtag untuk mengadakan pesta besar. Seluruh penduduk kampung tersebut di undang, kecuali tiga anak yatim piatu yang tinggal di kampung itu. Pada malam harinya ketika orang-orang sedang berpesta, ketiga anak itu hanya tidur di rumah saja. Malam itu anak sulung bermimpi bahwa ada seorang kakek datang di rumah mereka dan memberitahu bahwa sebentar lagi kampung mereka akan tenggelam karena mereka telah membunuh ikan Besar yang ada di sungai, dan memakannya. Tetapi karena mereka bertiga tidak memakan ikan tersebut, maka mereka akan selamat.
Mereka harus mengambil batu tungku dari dapur untuk di bawa. saat air sudah memenuhi kampung itu mereka harus membuang batu tersebut kedalam genangan air jika batunya berbunyi pelan itu pertanda bahwa airnya dalam sehingga mereka tidak boleh mengikuti arah tersebut namun ketika bunyi genangan air itu besar itu tandanya dangkal sehingga mereka harus mengikuti arah tersebut hingga ke Bukit. ketika mereka sudah selamat jangan sekali-kali mereka melihat kembali ke kampung mereka. Si sulung pun terkejut dan terbangun dari tempat tidur. Ketika ia ingin menceritakan mimpi tersebut kepada saudara-saudaranya, datanglah seorang kakek dan menyuruh mereka melakukan hal sama seperti yang di mimpi kan oleh si sulung, lalu kakek tersebut menghilang.
Ketika mereka sampai di dekat sungai tersebut, Beberapa orang bersembunyi di balik semak-semak, dan ada juga yang memanjat pohon. Seorang dari mereka berteriak memanggil ikan tersebut “ Opo Char-chari si apang me nitaring” yang artinya Jikalau berani tunjukkanlah wajah mu kepada kami. Namun Ikan itu membalas dengan maki an “ Otou Supach” (maki laki-laki). Orang itu terus memanggil ikan tersebut “ Opo Char-chari si apang mi nitaring”, namun ikan itu terus membalas dengan makian. Ia kemudian memanah ke dalam sungai tersebut dan memanggil ikan tersebut dengan ucapan yang sama. Kali ini ia berhasil untuk memanggil ikan tersebut. Saat ikan itu muncul, mereka langsung memanah dan menombak ikan tersebut. Semuanya tepat sasaran dan ikan itu pun mati.
Mereka lalu memotong ikan itu dan membawanya ke kampung Jirtag untuk mengadakan pesta besar. Seluruh penduduk kampung tersebut di undang, kecuali tiga anak yatim piatu yang tinggal di kampung itu. Pada malam harinya ketika orang-orang sedang berpesta, ketiga anak itu hanya tidur di rumah saja. Malam itu anak sulung bermimpi bahwa ada seorang kakek datang di rumah mereka dan memberitahu bahwa sebentar lagi kampung mereka akan tenggelam karena mereka telah membunuh ikan Besar yang ada di sungai, dan memakannya. Tetapi karena mereka bertiga tidak memakan ikan tersebut, maka mereka akan selamat.
Mereka harus mengambil batu tungku dari dapur untuk di bawa. saat air sudah memenuhi kampung itu mereka harus membuang batu tersebut kedalam genangan air jika batunya berbunyi pelan itu pertanda bahwa airnya dalam sehingga mereka tidak boleh mengikuti arah tersebut namun ketika bunyi genangan air itu besar itu tandanya dangkal sehingga mereka harus mengikuti arah tersebut hingga ke Bukit. ketika mereka sudah selamat jangan sekali-kali mereka melihat kembali ke kampung mereka. Si sulung pun terkejut dan terbangun dari tempat tidur. Ketika ia ingin menceritakan mimpi tersebut kepada saudara-saudaranya, datanglah seorang kakek dan menyuruh mereka melakukan hal sama seperti yang di mimpi kan oleh si sulung, lalu kakek tersebut menghilang.
Ketika orang-orang
sedang berpesta datanglah seorang kakek dengan membawa arak yang sangat banyak.
Ia lalu menawarkan kepada orang-orang untuk meminum arak tersebut hingga mereka
semua mabuk. Ia menancapkan sebatang lidi di tanah dan menyuruh orang-orang mencabutnya
namun tidak ada seorang pun yang sanggup mencabut lidi tersebut. Si kakek lalu mencabut lidi tersebut sehingga
keluarlah air dari lubang lidi tersebut, makin lama makin membesar hingga
terjadilah banjir besar yang menenggelamkan kampung itu. Ketiga anak itu lalu
mengambil batu tungku dari dapur mereka
dan membuangnya ke dalam genangan air;
Bunyi yang pertama sangat kecil yang bertanda bahwa genangan itu masih dalam. mereka membuang batu yang kedua
namun bunyinya masih kecil. Pada lemparan yang ketiga bunyi genangan air
tersebut besar yang menandakan bahwa
genangan air tersebut dangkal. Mereka lalu mengikuti arah lemparan yang ketiga
menuju ke atas bukit.
Adik mereka yang bungsu sangat kecapaian sehingga kakaknya yang sulung menggendong si bungsu tersebut hingga ke atas bukit. Di Sana, mereka sangat penasaran dengan kampung mereka sehingga mereka melihat kembali kampung itu. Saat melihat kampung tersebut, si sulung dan si bungsu berubah menjadi batu yang sedang bergendongan, sedangkan yang satunya berubah menjadi pohon kayu putih. Menurut Cerita yang saya dengar, hingga sekarang pohon kayu putih dan batu bergendongan tersebut masih ada, dan Jika kayu itu di potong atau batu itu di pecahkan maka akan mengeluarkan darah.
Adik mereka yang bungsu sangat kecapaian sehingga kakaknya yang sulung menggendong si bungsu tersebut hingga ke atas bukit. Di Sana, mereka sangat penasaran dengan kampung mereka sehingga mereka melihat kembali kampung itu. Saat melihat kampung tersebut, si sulung dan si bungsu berubah menjadi batu yang sedang bergendongan, sedangkan yang satunya berubah menjadi pohon kayu putih. Menurut Cerita yang saya dengar, hingga sekarang pohon kayu putih dan batu bergendongan tersebut masih ada, dan Jika kayu itu di potong atau batu itu di pecahkan maka akan mengeluarkan darah.